Ketika manusia dilahirkan oleh ibunya, ia tidak terlumuri oleh dosa. Akan tetapi, ia lahir di atas fitrah, sebagaimana sabda Nabi saw., "Kullu mawlûd[in] yûladu ‘alâ al-fithrah (setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah). Hal itu mengisyaratkan bahwa setiap orang yang shaum selama bulan Ramadhan akan kembali pada fitrahnya.
Secara bahasa, fitrah berasal dari kata fathara– yafthuru–fathr[an] wa futhr[an] wa fithrat[an] yang berarti: pecah, belah, berbuka, mencipta. Jika dikatakan, Fathar Allâh, artinya Allah menciptakan. Ar-Razi dalam Mukhtâr as-Shihâh, I/212, menuturkan riwayat dari Ibn Abbas ra. yang berkata, “Aku tidak tahu apa arti, Fâthir as-samawât (Pencipta langit) hingga datang kepadaku dua orang Arab Baduwi yang sedang berselisih mengenai sumur. Salah seorang berkata, 'Fathartuhâ," yakni Ibtadâ’tuhâ (Aku yang memulai [membuat]-nya. Jadi, menurut orang-orang Arab asli, fathara artinya memulai, mencipta, atau mengkreasi; dan fithrah artinya ciptaan. Allah Swt. berfirman:
Hadapkanlah wajahmu dengan lurus pada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS ar-Rum [30]: 30).
Ayat di atas seakan menyatakan, "Hadapkanlah wajahmu pada agama Allah dengan lurus. Tetaplah kamu di atas fitrahmu, yaitu tetaplah dalam karakteristik penciptaanmu dan potensi kemanusiaan dalam dirimu yang menjadikan kamu siap menerima kebenaran. Islam adalah agama yang benar. Niscaya kamu akan siap menerima Islam dengan sukarela, tanpa paksaan, wajar dan tiada beban."
Puasa Ramadhan dan serangkaian aktivitas Ramadhan sebenarnya telah mengkondisikan dan melatih kita menyadari dan memahami fitrah kita. Kita sudah dikondisikan dan dilatih untuk menetapi fitrah. Ramadhan itu telah menjadi riyâdhah badaniyah sekaligus riyâdhah bâtiniyah yang mengharuskan seorang Muslim lebih merasakan dan memahami fitrahnya. Fitrah itu akan berkembang, menjadikan dirinya selalu siap menerima kebenaran. Puasa akan menjadikan ia lebih merasakan dan memahami dirinya sebagai makhluk yang diliputi keserbalemahan dan keterbatasan. Dengan begitu ia akan lebih merasa membutuhkan Penciptanya, membutuhkan petunjuk dari-Nya.
Fitrah mengharuskan manusia hanya menerima agama, ideologi, dan sistem hidup yang memang sesuai dengannya. Fitrah manusia mengharuskan untuk menolak dan membuang agama, ideologi, dan sistem hidup yang mengesampingkan fitrah atau bertentangan dengan fitrah. Manusia akan terdorong oleh fitrahnya untuk mencari agama dan ideologi yang sesuai dengan fitrah. Faktanya, di dunia ini hanya Islamlah agama dan ideologi yang sesuai dengan fitrah manusia. Agama dan ideologi selain Islam hanya membahas aspek spiritual dan hubungan manusia dengan Tuhan dalam bentuk ritual penyembahan. Fitrah manusia tidak bisa menerima sekadar hal ini. Sebab, jika begitu, agama-agama itu hanya memperhatikan satu aspek fitrah saja dan mengabaikan fitrah manusia lainnya. Padahal aspek fitrah lainnya itu pemenuhannya juga menuntut adanya aturan.
Agama-agama selain Islam yang notabene hanya mengatur aspek spiritual dan ritual penyembahan itu realitanya tidak sesuai dengan fitrah manusia. Dengan demikian, fitrah tidak bisa menerima agama yang bersifat demikian.
Di sisi lain, ideologi selain Islam, yaitu Sosialisme dan Kapitalisme, juga tidak bisa diterima oleh fitrah. Sosialisme menafikan adanya sang Pencipta. Ini sangat bertentangan dengan fitrah manusia. Begitu pula Kapitalisme, meski mengakui adanya Tuhan, pengakuannya bersifat semu; Kapitalisme menafikan peran Tuhan dalam masalah dunia. Ini jelas bertentangan dengan fitrah manusia dalam keberadaannya yang serba lemah dan memerlukan aturan dari Tuhan untuk semua aspek fitrahnya.
Kesimpulan
Penyimpangan manusia dari fitrahnya sebagai makhluk yang membutuhkan aturan-aturan dari sang Pencipta (syariah) terbukti membawa banyak akibat buruk. Karena itu, manusia harus segera kembali ke fitrahnya; kembali mengembangkan potensi manusia untuk selalu siap setiap saat menerima kebenaran. Kebenaran itu tidak lain adalah Islam.
Walhasil, kembali pada fitrah adalah kembali pada akidah dan syariah Islam. Dengan itu manusia akan selamat dari segala macam bentuk kerusakan dan akan menikmati kehidupan yang dipenuhi kebaikan, kesejahteraan dan berkah dari Allah, Tuhan semesta alam. Wallâhu a’lam bi ash-shawâb.
Kamis, 03 Maret 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Entri Populer
-
Laporan ilmiah tentang PEMANFAATAN Lengkuas SEBAGAI BAHAN PENGAWET PENGGANTI FORMALIN. Disusun oleh : Nama :darmanto a Kelas ...
-
LAPORAN KARYA ILMIAH TENTANG Masalah LIMBAH Tahun Pelajaran 2010/2011 Oleh Nama :Dedy prasetiyo Kelas ...
-
Asal Usul Danau Toba November 2, 2007 pada 5:52 pm (Cerita Rakyat) Di Sumatera Utara terdapat danau yang sangat besar dan ditengah-ten...
-
Laporan ilmiah tentang fermentasi pada tape singkong. Disusun oleh : Nama :Dwi rianton Kelas :XII tkr 3 Nis :4786 ...
-
ASAL MULA TERBENTUKNYA REZPECTOR KALIMANTAN SELATAN Berawal dari niat Ketua REZPECTOR BANJARMASIN untuk menyatukan REZ...
-
Secara umum, konstruksi sistem EFI dapat dibagi menjadi tiga bagian/sistem utama, yaitu; a) sistem bahan bakar (fuel system), ...
-
banyumas 8 maret 2011 Gerhana GERHANA Bumi yang merupakan planet ketiga dari Matahari, berputar pada porosnya dalam jangka waktu 24 jam...
-
Arti, Makna, dan Sejarah Demokrasi Arti demokrasi : Demokrasi berasal dari bahasa yunani yang terdiri atas dua kata, yaitu demos artinya r...
-
penulisan laporan Ilmiah Jumat, 28 Agustus 2009 sistematika Penulisan Laporan Halaman Judul Halaman Pengesahan Kata pengantar Daftar i...
-
Bingkai Sejarah lokal Bengkulu Sumber-sumber sejarah yang ditemukan di Bengkulu, banyak berasal dari zaman modern, maskipun ditemukan pen...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar